Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, di samping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, utamanya penduduk miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku, dan kewaspadaan dini.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan semua system yang terjadi pada tubuh manusia , serta fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2003)
Menurut pernyataan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), kesehatan adalah keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Undang-Undang)
Promotif
Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). (Ottawa Charter,1986).
Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan kesehatan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mampu berperan secara aktif dalam masyarakat sesuai sosial budaya setempat yang didukung oleh kebijakan public yang berwawasan. (Depkes RI)
Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,1998).
Preventif
Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat (Notosoedirjo dan Latipun, 2005 : 145 ).
1. Aceh ( Juni 2012 )
Angka Kematian Ibu dan Bayi di Aceh Masih Tinggi Meskipun telah terjadi penurunan dibandingkan dengan sebelumnya, namun jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Aceh hingga saat ini masih tergolong tinggi.
Berdasarkan data terakhir Desember 2011, jumlah AKI melahirkan di Aceh berkisar 190/100.000 kelahiran hidup (KH) dan AKB berkisar 30/1.000 KH. Karenanya, upaya pengurangan terus dilakukan oleh Pemerintah Aceh sebagai salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang kesehatan.
"Dibanding situasi Aceh lima tahun silam, memang perubahan yang terjadi sangat bagus sekali. Tahun ini, kita berharap AKB di Aceh menjadi 26/1.000 kelahiran dan AKI menjadi 185/100.000 kelahiran," ujar Sekda Provinsi Aceh, Drs T Setia Budi dalam sambutannya pada pembukaan seminar Mini University Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita (KIBBLA) atas dukungan Maternal and Child Health Integrated Program (MCHIP)-USAID di Banda Aceh.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Utusan Khusus Presiden RI untuk Millenium Development Goals (MDGs), Prof Dr dr Nila F Moeloek, SpM, Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr M Yani M.Kes PKK, Bupati Bireuen, Nurdin Abdurrahman, para Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan Kepala Bappeda se-Aceh.
Sekda Setia Budi menambahkan, target pencapaian AKI dan AKB di Aceh dalam menyongsong program MDGs 2015 cukup tinggi, yakni bisa mencapai 102/100.000 kelahiran. "Oleh karenanya, butuh kerja keras kita bersama untuk mencapai target tersebut," katanya.
Disebutkan, persoalan tingginya AKI dan AKB ini bukan hanya dialami Aceh, tapi juga hamper semua wilayah di Indonesia, karenanya pemerintah pusat terus mendorong agar semua Pemda memperhatikan masalah ini, sehingga AKI dan AKB bisa lebih ditekan lagi. Salah satunya, dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan publik sektor kesehatan.
Untuk menjalankan program tersebut, pemerintah telah menjalin kerjasama dengan USAID melalui program MCHIP. Sasarannya adalah meningkatkan kapasitas Dinas Kesehatan dan RSUD dalam mengelola kesehatan ibu, bayi dan anak balita.
Kurangi AKI dan AKB. Utusan Khusus Presiden untuk MDGs, Prof Dr dr Nila F Moeloek menyatakan, pemerintah saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk mengurangi AKI dan AKB, di antaranya dengan penambahan jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah, peningkatan kapasitas lembaga kesehatan dan pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal).
"Pemerintah bukannya tidak berupaya, tapi telah banyak melaksanakan berbagai program menekan AKI dan AKB, meskipun saat ini belum berjalan sesuai harapan. Mungkin perlu evaluasi lagi," terangnya.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr M Yani menyatakan, kondisi kesehatan masyarakat saat ini di Aceh belum menggembirakan.
Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari masih tingginya AKI dan AKB. Kondisi itu dipengaruhi tingkat pengetahuan, sikap dan praktek perawatan bagi ksehatan ibu dan bayi baik di tingkat rumah tangga, masyarakat maupun fasilitas pelayanan kesehatan.
"Program bantuan teknis MCHIP-USAID mulai dari pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas petugas kesehatan, baik di pelayanan primer maupun rujukan sangat membantu pemerintah daerah seperti yang telah berjalan di Kabupaten Bireuen dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kepada ibu dan bayi," terangnya.
2. Merauke (Kompas)
Provinsi Papua saat ini masih kekurangan tenaga bidan sebanyak 2.565 orang. Sebagian besar kampung-kampung di Papua hingga kini tidak ada tenaga kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Yosef Rinto di Merauke, mengungkapkan, tenaga bidan tersebut dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi. "Papua kini sedang gencar-gencarnya berupaya menurunkan angka kematian ibu dan anak," ujarnya.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga bidan, Dinas Kesehatan Papua, tengah memberdayakan dan melatih kembali kader-kader kesehatan di kampung-kampung. "Ini supaya mereka bisa melakukan pengobatan sederhana," katanya.
Di samping itu, juga menugaskan para bidan dan perawat dari kampung ke kampung selama enam bulan. Mereka juga akan melatih dukun-dukun bersalin untuk membantu persalinan di kampung.
Selain kekurangan tenaga bidan, menurut Rinto, sarana kesehatan di Papua juga masih terbatas. Karena itu, saat ini didorong pembangunan rumah sakit-rumah sakit di kabupaten pemekaran dan puskesmas-puskesmas pembantu di kampung-kampung. Saat ini di di seluruh Papua ada 27 rumah sakit, 686 puskesmas, dan 462 polindes.
3. Nutrisi
Picu Kematian Saat Melahirkan di Indonesia
Jakarta: Angka kematian ibu saat melahirkan di Tanah Air dipastikan masih tinggi. Tercatat, 228 dari 100 ribu ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan.
"Kematian ibu saat mengandung dan melahirkan terjadi karena banyak faktor. Namun, sebagian besar karena masalah nutrisi," ujar Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millenium Development Goals (MDGs), Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM(K) saat jumpa pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jakarta, awal pekan ini.
Merujuk data, kasus kematian ibu terbanyak di negeri ini dipastikan karena kurang gizi, anemia, pendarahan, dan cacingan. "Sisanya akibat masalah struktural, aborsi, serta pertolongan persalinan oleh petugas yang tidak kompeten," kata Nila.
Menurut dia, angka yang menunjukkan permasalahan gizi yang dihadapi ibu hamil seharusnya dapat ditekan dengan penyuluhan tentang pentingnya nutrisi pada makanan. "Makan itu bukan masalah kuantitasnya, namun kualitasnya," ujar Nila.Dia menambahkan, gizi seimbang tak berarti didapatkan dengan harga yang mahal. Sebab selalu ada bahan pangan pengganti dengan kualitas serupa. "Contoh daging yang menjadi sumber protein, dapat diganti dengan telur atau pun ikan yang sama-sama sumber protein tinggi," ujar Nila.(ANT/EPN)
4. Angka Kelahiran dilihat dari Banyaknya Kasus Aborsi
Terjadinya keguguran pada kehamilan disebut dengan abortus atau aborsi. Aborsi bisa terjadi secara alamiah dan maupun buatan. Jumlah aborsi di Indonesia cukup banyak, yaitu terdapat 2,5 juta kasus per tahunnya.
Pada aborsi alami, keguguran bayi terjadi secara tidak disengaja, bisa disebabkan oleh kelainan atau cedera saat kehamilan. Sedangkan aborsi buatan dilakukan untuk tujuan tertentu secara sengaja.
Istilah aborsi ini kemudian mengacu pada aborsi buatan, sedangkan aborsi alami disebut keguguran.
Sayangnya, aborsi buatan atau yang akrab disebut aborsi ini diduga jumlahnya juga cukup besar di Indonesia. Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, diperkirakan jumlah kelahiran di Indonesia adalah sebesar 5 Juta jiwa per tahun dan angka keguguran sebesar 3,5 juta per tahun.
Untuk berapa pastinya angka aborsi di Indonesia saat ini, belum ada data yang benar-benar bisa dianggap valid. Apalagi aborsi tidak dilegalkan di Indonesia kecuali dengan alasan medis. Maka penelitian terhadap klinik-klinik aborsi ilegal tentu sulit dilakukan karena klinik-klinik ini cenderung menutup diri.
"Membicarakan aborsi adalah hal yang sensitif, apalagi karena hukumnya ilegal. Tapi jumlahnya memang cukup banyak sekitar 2,5 jutaan setiap tahun. Jika jumlah ini benar, maka angka aborsi jika dihitung sudah hampir separuh dari angka kelahiran di Indonesia," kata Sudibyo Alimoesa, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN saat dihubungi detikHealth, Rabu (30/5/2012).
Menurut Sudibyo, perkiraan 2,5 juta tersebut merupakan hasil penelitian independen yang dilakukan oleh pribadi atau LSM. Caranya adalah dengan menghitung rata-rata aborsi yang dilakukan beberapa klinik di kota besar Indonesia kemudian mengalikan dengan perkiraan jumlah klinik di Indonesia.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 memperkirakan ada 20 juta kasus aborsi tidak aman di dunia. Sebanyak 9,5 % di antaranya terjadi di negara berkembang. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan sebanyak 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia.
Beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 menemukan bahwa angka aborsi di Indonesia sebesar 2 juta per tahun. Angka ini terus mengalami kenaikan. Sebuah penelitian yang dilakukan Soetjiningsih pada tahun 2004 memperkirakan angka aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja.
"Aborsi tidak hanya bisa dilakukan di klinik saja. Beberapa obat yang masuk dalam jenis anti prostaglandin juga dapat diperoleh tanpa resep dokter untuk digunakan menggugurkan kandungan. Makanya, data mengenai jumlah kasus aborsi di Indonesia sulit ditentukan secara tepat," kata Julianto Witjaksono, Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat.
Hingga saat ini, diyakini angka aborsi di Indonesia mencapai 2 - 2,5 juta per tahun. Angka ini masih simpang siur karena belum ada penelitian yang benar-benar mengulas aborsi secara menyeluruh. Belum lagi kasus aborsi yang dilakukan dengan cara meminum obat atau jamu tanpa bimbingan dokter.
A. Upaya Promotif dan Preventif kesehatan di Indonesia
Pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dapat dilakukan dengan berdasarkan tingkat pencegahan sebagai upaya promotif dan preventif.
Upaya pencegahan menurut teori Leavel dan Clark (Maulana, 2009) dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit (pre pathogenesis), dan disebut dengan pencegahan primer.
Pencegahan primer dilakukan pada masa individu yang belum menderita sakit. Pencegahan primer terdiri dari promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (spesifiic protection).
a. Promosi Kesehatan
Health promotion bertujuan untuk meningkatkan, memajukan dan membina koordinasi sehat yang sudah ada hingga dipertahankan dan dijauhkan dari ancaman penyebab penyakit atau agent secara umum, serta mengubah perilaku masyarakat yang kurang baik menjadi baik yang tidak menguntungkan bagi kesehatan menjadi menguntungkan bagi kesehatan, merubah perilaku masyarakat khususnya di bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan yang diperlukan antara lain : Meningkatnya gizi, Perbaikan sanitasi lingkungan, Ph(derajat keasaman), Pendidikan sifat umum, Nasihat perkawinan, Penyuluhan kehidupan sex, Olahraga dan kebugaran jasmani, Pemeriksaan secara berkala, Meningkatnya standar hidup dan kesejahteraan keluarga, Nasihat tentang keturunan, Penyuluhan tentang PMS, Penyuluhan AIDS.
b. pesific Protection
Spesific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penyakit dan penularan penyakit tertentu. Spesific protection terdiri dari (Efendi, 1998 ; Maulana, 2009 ) :
1)Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya :imunisasi gigi dengan pemberiak topical aplikasi fluor, pemberian mi varnis untuk mecegah terjadinya karies gigi atau lubang gigi, penambalan pit dan fissure silent pencegahan gigi berlubang, imunisasi hepatitis diberikan kepada mahasiswi kebidanan yang akan praktek di rumah sakit.
2) Isolasi terhadap penderita penyakit menular. Contohnya : isolasi terhadap pasien penyakit flu burung.
3) Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan di tempat-tempat umum dan di tempat kerja. Contohnya : di tempat umum, misalnya adanya rambu-rambu zebra cross agar pejalan kaki yang akan menyebrang tidak tertabrak oleh kendaraan yang sedang melintas. Sedangkan di tempat kerja : para pekerja yang memakai alat perlindungan diri.
4) Peningkatan keterampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik. Contohnya : kursus-kursus peningkatan keterampilan, seperti kursus menjahit, kursus otomotif.
5) Penanggulangan stress. Contohnya : membiasakan pola hidup yang sehat , dan seringnya melakukan relaksasi.
2. pencegahan sekunder
Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, disebut pencegahan sekunder (seconder preventive). Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit. Pencegahan sekunder bentuknya upaya diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and prompt treatment
3. Pencegahan tersier
Pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan tersier bentuknya membatasi ketidakmampuan/kecacatan (disability limitation) dan pemulihan kesehatan (rehabilitation). Pada proses ini diusahakan agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar